Wednesday 16 October 2013

Catatan Pagi #1

Ini catatan pagi yang pertama. Selalu ada yang istimewa pada hal-hal pertama, kan? Cinta pertama, bolos pertama, gelas pertama, atau kalau katanya Sheryl Crow, the first cut is the deepest. Lantas, mari bicara hal yang istimewa. Hal yang paling disuka oleh penulis catatan pagi, yang sebenarnya tidak terlalu pagi, ini.

Aku suka martabak manis keju, aku suka bermalas-malasan seharian, aku suka rawon buatan mama dan cici di sebelah kantor, tapi aku juga suka sesuatu yang singkat. Hal yang terakhir ini mbikin aku kontradiktif.

Iya, singkat. Mulai dari catatan kaki, sub-judul, abstraksi, ringkasan, cerpen, dan pesan pada post-it. Mungkin ini alasannya, aku suka kehidupan. Singkat, dan meski sulit, bisa diatur oleh empunya hidup. Hal-hal yang singkat itu mudah diatur, maka itu aku bisa punya kuasa mengatur, jadi aku juga suka mengatur. Tapi, segala yang singkat juga berakhir singkat. Bisa-bisa, berakhir sebelum aku rampung mengaturnya. Maka itu, aku juga benci hal yang singkat-singkat. Misalnya, hidup yang terlalu singkat, karir yang singkat, dan hubungan singkat. Semuanya terasa memuakkan, terkesan tidak niat, setidaknya buatku.

Makanya, aku menikmati proses. Aku suka melihat behind the scene film. Baca The Art of Watching Film yang tidak habis-habis, memikirkan tulisannya Camus tanpa henti, juga pilihan menarik. Karena aku takut, di ujung yang singkat, maupun yang lama, nanti ada akhirnya. Akhir yang memang tidak selalu buruk, tapi aku juga tidak nyaman dengan perubahan. Makanya aku terkesima dengan orang yang siap menghadapi akhir dan memulai sesuatu yang baru.

Misalnya, selusin teman dan kerabat yang tempo hari menikah. Dan teman serta kerabat yang sebentar lagi menikah. Teman-teman yang baru melahirkan. Teman-teman yang bertunangan. Teman-teman yang memutuskan pindah kerja.

Aku salut dengan mereka, cenderung ke iri. Mereka punya nyali. Mungkin, tidak hanya nyali, tapi juga punya gayung bersambut. Sementara, aku masih suka yang singkat-singkat, masih suka mengatur, masih takut berubah, dan masih egois. Coba, berapa banyak "aku" dalam catatan ini? Bagaimana mau maju?