Sunday 20 November 2011

I Owe Many Things To Myself

I want to be on top. I want to earn huge. I want to livin' high. Yet, I'm here and terrified.


Akhir-akhir ini gue makin sadar bahwa gue masih berhutang banyak sama diri gue. Akhir tahun semakin dekat, dan nggak banyak yang udah gue capai. Bahkan, rasanya gue makin nggak memberikan jalan untuk suara gue sendiri. Gue terlalu merasa nyaman di comfort zone gue, sampai gue merasa: this whole world is my comfort zone.

Sebenernya nggak jelek, merasa dunia ini adalah a-giant-comfort-zone-of-yours. Secara teori, seharusnya dengan menganggap dunia ini adalah zona nyaman raksasa, banyak hal yang bisa kita lakukan dengan nyaman. Tapi, tapi coba bayangin ini: di comfort zone, lo bisa tidur seenaknya, bisa mikir seenaknya, bisa membayangkan hal-hal yang enak aja, bahkan lo bisa tinggal mikir dan semuanya tersedia buat lo. Sayangnya, ini dunia nyata. Bukannya gue merendahkan filosofi a la The Secret, tapi apa gunanya mikir doang?

Gue merasa, pola pikir gue makin berantakan. Gue udah nggak berfikir secara runtut dan sistematis kayak dulu lagi. Rasanya gue mau menyalahkan sistem pendidikan di kampus gue yang membuat gue jadi kayak begini, tapi, hello? Lo-nya aja yang ngga bisa jaga diri, Tit!

Rasanya, gue musti sadar dan musti mulai berbuat sesuatu mulai sekarang. Sekarang? Iya, gue tahu rasanya agak telat. Tapi kalau nggak sekarang, mau kapan lagi?

Sunday 30 October 2011

(Di Balik) Sumpah(nya) Pemuda


"Sumpahmu, lukaku." batin Laki-laki itu dengan tatapan nanar.
"Ah, itu bukan masalahku." ucap Laki-laki itu riang, sambil terus membatin.

Ada apa ya dengan pemuda masa ini? Kebanyakan pemuda masa ini-termasuk saya tentunya-sudah terlalu sibuk dengan earphone di telinga mereka, Blackberry yang tersangkut di jari-jemari mereka, acara kampus di benak mereka, Wikipedia jadi bekingan mereka, dan mereka meninggalkan nalar, nurani, empati, bahkan peduli di rumah.

Tanggal 28 kemarin Hari Sumpah Pemuda. Hah! Sudah banal membahas Sumpah Pemuda. Hapal saja tidak, saya nggak berani ikut-ikutan membahas Sumpah Pemuda. Terlepas dari kemungkinan bahwa Sumpah Pemuda adalah hoax besar yang dibuat untuk membuat mitos-mitos yang bisa menyatukan semua pemuda Indonesia, saya lebih tertarik membahas sumpahnya pemudi dan pemuda di masa ini.

Memangnya pemuda jaman ini masih sumpah-sumpahan? Sumpah itu kan janji, sesuatu yang musti ditepati. Nazar. Dua orang pemudi-pemuda sepakat untuk tidak lagi saling merindu, itu juga artinya saling berjanji, kan? Apalagi yang saling berjanji untuk selalu bersama, sudah jelas kalau itu.

Lalu, ada apa dengan sumpah 2.0 (baca: two point o) di era digital ini? Ini memang jaman susah. Susah cari sinyal, susah mau langganan BIS, susah kalau USB hilang. Mau makan aja susah, apalagi cari kerjaan. Wah, sudah lagu lama itu. Nah, kalau urusan hati? Ini dia yang prioritasnya jadi nomor kesekian. Asal hidup enak, enjoy, layak, ya jalanin saja. Peduli setan sama hati. Lalu, hanya sampai di situ? Katanya generasi logis, maunya jadi atheis, menolak percaya mistis, tapi kok bikin miris? Hati sendiri saja disisihkan, bagaimana nasib hatinya orang lain?

Susah menepati janji. Bahkan kita tidak lagi ingkar janji. Kita lebih sering lupa kalau kita punya janji. Ada sumpah pemuda di balik sumpahnya pemuda. Masing-masing kita bersumpah untuk mengusahakan hidup layak untuk diri kita masing-masing. Tapi ketika semua orang bersumpah, pasti ada aja yang ketikung. Namanya juga hidup. Nggak semuanya bisa menepati janji mereka.

Di balik sumpahnya pemuda, ada pepesan kosong. Saya takut saya tidak bisa beli bacem, teri, atau usus agar pepesan saya tidak kosong. Tapi, selain saya, adakah yang masih takut?

Saturday 28 May 2011

We're All Need A Release

Sigmund Freud

Ketika gue membuat posting-an ini, terdengar lagu What You Want dari Two Doors Cinema Club. Ngomongin soal what I want, tadinya gue mau memulai dengan aksi sok pinter membahas hasil diskusi peserta kelas Dinamika Pemikiran Prancis mengenai Freud dan Lacan dalam bidang psikoanalisis. Apa daya? Lebih menarik membahas hal lain yang masih "nyerempet" soal spikoanalisis daripada sok pinter di blog sendiri. Hehe..

So, gue keingat lagi soal salah satu episode 30 Rocks ketika Liz Lemon mau berhenti makan junk food dan nggak ada bawahannya yang setuju dengan aksi Liz Lemon ini. Alasannya? Semua orang butuh pelarian. Kalau Liz menolak melampiaskan tekanan stressnya dengan makan junk food, lalu apa yang akan terjadi dengannya?

Semua orang butuh pelarian. Menurut Freud, penyaluran libidinal. Jadi intinya, (...wait, ini yang gue tangkap hlo ya. Saat itu perut gue lagi sakit, ujian gue amburadul, dan badan gue lagi kecapean. Jadi, lebih baik ini jangan dijadikan rujukan!) manusia itu pada dasarnya punya tiga hal dalam dirinya: id, ego, dan super ego.

Id adalah alam bawah sadar kita; keinginan-keinginan yang nantinya akan dieksekusi oleh ego, tapi sebelumnya juga harus melewati sensor super ego-yang menilai apakah keinginan kita ini masih masuk dalam batas-batas norma dalam masyarakat dan nilai-nilai yang kita punya. Manusia yang dikuasai id akan tampak sangat primitif karena apapun yang ia inginkan harus segera dipenuhi. Manusia yang dikuasai ego akan sangat rasional, dan manusia yang dikuasai super ego adalah orang-rang yang sangat idealis. Ketika id tidak dapat dipenuhi karena berbenturan dengan super ego, id mencari cara bagaimana "menyelesaikan" ketidakdipernuhinya kebutuhan ini. Manusia lalu mengalihkan keinginan id, itulah pelarian yang disebut penyaluran libidinal. Penyaluran libidinal bisa berupa pekerjaan, bisa juga berupa membuatan karya seni yang indah bagi para seniman.

I must admit, ketika gue lagi down, sedih, sedikit depresif, puisi-puisi gue mendapat tempat di hati beberapa orang (Ya, Nihaq, that was you who said that! Not to mention that you enjoy me being galau hahaha...) tapi itu dia! Dalam hal ini, omongan Freud terbukti di gue. Selain itu, ketika hidup gue terasa sangat berantakan; banyak tugas yang belum dibuat, ujian menunggu, kamar kayak kapal pecah, proyek terlantar, dan gabisa kemana-mana ketemu orang, gue akan main The Sims. Ya, ini adalah cara lain gue mengalihkan masalah. Bagaimana denganmu? Inget aja satu hal: we're all need a release. Jangan dipendem, ya!

Saturday 19 March 2011

Langka

Waktu gue kecil, ada yang pernah ngasih tau gue soal alasan mahalnya harga emas. Katanya, emas itu logam mulia, logam yang sulit dicari, langka, jadinya mahal. Akhirnya, gue sampai pada kesimpulan bahwa apapun itu--asal langka--maka ia akan segitunya berharga.

Ada satu hal yang akhir-akhir ini sangat berharga buat gue: konsentrasi. Gue sulit banget bisa duduk diam, baca buku, ngerjain tugas, dan nyelesein tugas. Gue bener-bener butuh kemampuan untuk jadi tekun dan berkonsentrasi penuh.

Sampai saat ini pun gue masih nggak ngerti kenapa. Rasanya, gue nggak bisa hanya ngerjain satu subjek dalam satu kesempatan: terlalu membosankan! Help!

Monday 14 March 2011

Things I want, things I will never have...

...is be a part of you. You as in plural understanding. You as in a group of people with the same interrest. You means not you as in person. You. But thankfully someone ripped of my only chance and force me to step million steps away and never be found from the you I've been praising for.

Well, this morning-digitally, at least-I saw you and how I feel longing to be a part of you. And of course, once again, a mauvaise foi, someone ripped off that dream for me; an egosentric narcistic man, kept me from being a part of you.

Things I want, things I will never have. I guess I had to keep my baby big eye to its case for a while until I found another you.

Friday 18 February 2011

MAYA Terbit Lagi


Halo, selamat malam.
Setelah hiatus selama beberapa bulan, akhirnya MAYA bisa terbit lagi untuk memenuhi permintaan para penunggu Kansas yang resah dan para Punggawa MAYA yang juga resah karena belum menemukan tempat yang pas untuk menumpahkan ide-ide gila mereka selain di majalah ini.

This is my first edition as an editor-in-chief of MAYA. That's why I am really excited about this. Jadi, gue sih berharap para pembaca MAYA juga se-excited gue dalam "menyambut" terbitnya MAYA. Gue memang melanjutkan perjuangannya Ade Kurnia Irawan, pendiri serta pemimpin redaksi MAYA sebelum gue, tapi bukan berarti gue akan menjadi Aad versi perempuan. Aaaaah, big no no! Gue akan menjadi diri gue sendiri, dengan idealisme gue, dengan kesalahan gue, dengan selera gue, dan dengan dukungan dari para Punggawa Maya yang luar biasa.

MAYA itu apa, sih?
Buat yang lebih familiar dengan istilah zine, nah, MAYA ya zine; majalah gratisan yang dibuat sepenuh hati oleh sekelompok pemuda-pemudi. Namun, kami agak kurang familiar dengan istilah zine. Jadi sebut saja "majalah". Lebih sederhana, lebih mengena. Mudah-mudahan.

Isinya MAYA itu apa?
Ya foto, ya tulisan. Intinya, kami ingin menghibur para pembaca MAYA. Cita-cita luhur kami, nantinya MAYA bukan hanya menghibur, tapi juga sumber informasi.

Punggawa MAYA itu apa?
Redaktur MAYA. Terdiri dari pemred, fotografer, layouter, penulis, dan tukang tagih uang kas. Kami semua masih dan pernah kuliah di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Ada yang masih berkutat dengan S1-nya, ada yang sedang menempuh S2-nya, dan ada yang belum menentukan jalan hidupnya sembari bekerja sebagai fotografer.

Boleh ikutan gabung?
Kalau kamu berkuliah di FIB UI, boleh banget. Kunjungi kami di bangku biru Kansas; colek aja, nanti pasti kami ladeni semua pertanyaanmu. Syaratnya gampang: suka memfoto momen-momen ajaib di kampus, suka nulis (bukan jago, suka aja gapapa), dan rela menyisihkan minimal Rp 20.000,00 perbulan untuk uang cetak MAYA :)

Kalau kamu bukan anak FIB UI, kamu masih boleh ikutan nulis di MAYA, tapi hanya untuk rubrik PEPAYA; rubrik yang dikhususkan untuk sirat-surat pembaca MAYA yang dikirim ke mayalahsgalanya@gmail.com. Kirim e-mail kamu ke mayalahsgalanya@gmail.com dengan subject PEPAYA. Ditunggu, hlo!

Wuih sadis, kok bisa terus terbit sih, kan gratis?
Karena kami rela menyisihkan uang jajan kami setiap bulan. Kalau ingin menyumbang, boleh banget hlo. Caranya mudah, colek salah satu dari antara Punggawa Maya, dan beri uangnya. Kalau mau transfer, colek lagi salah satu dari antara Punggawa Maya, lalu tanya nomer rekeningnya.

Aduuuh, masih punya pertanyaan nih..
Yasudah, kirim saja ke mayalahsgalanya@gmail.com atau mention kami di Twitter @majalahmaya atau lagi, kunjungi dan jadilah teman kami di Facebook MAYA

Selamat menikmati MAYA edisi-5!

Wednesday 16 February 2011

Saya suka pria dengan selera humor yang oke..

...dan puji Tuhan, saya sudah menemukan pria dengan selera humor yang oke. Ada dua orang tepatnya; yang satu sudah jadi kekasih saya, dan yang satunya adalah pria yang saya hormati, dan kalau tidak keberatan, saya ingin jadi teman baiknya (melirik seorang pria yang tengah jatuh hati pada seorang gadis mungil manis dan cerdas-selain gue).

Mereka adalah orang yang, ehm, bagaimana ya menggambarkan mereka? Keduanya adalah manusia unik. Yang satu, menolak disebut gaul. Anti tren: berdandan, berfikir, dan memilih jauh dari tren. Menghindari kekinian. Yang satunya lagi memang bukan latest edition, cuman, kalau kata bokap gue, "He's not that old. In some ways, anchien. But trendy." namun, menurut ratusan (setahu gue sih anggota RTC plus anggota Kansas plus anggota RURU plus anak-anak konser, harusnya jumlahnya bahkan lebih dari ratusan) orang ini sangat in dan memang trendy; baik dari pemilihan kaos, pemilihan merchan, pemilihan musik, sampai pola pikir. (Akhirnya saya sadar, lebih primiitif kekasih saya.

In their own portion, they had colored my life, and all I can do is make a post about them. I hope I could give 'em more than this one day :)

Have a nice day, Folks!

Wednesday 9 February 2011

Masalah dalam Masalah

"Cinta, deritanya tiada akhir." -Ti Pat Kai


Dan lalu, ada lagu dalam sendu yang terlanjur mendalu
Yang beranak ragu dan merangsuk masuk ke kalbu
Dalam bimbang dan sisa pilu, aku merasa malu
Karena ada senyum baru yang bersemayam dalam tabu

Ini bencana ini akar duka ini gila!

Monday 31 January 2011

Penikmat, Bukan Pembuat

Orang yang suka menikmati sesuatu belum tentu mahir membuat sesuatu itu. Contoh mudah, seseorang yang suka makan tahu sutra, belum tentu dia jago membuat tahu sutra. Yakali, tahu cara bikinnya aja belum tentu. Nah! Akhirnya gue sadar. Belum tentu sesuatu yang suka gue nikmatin, bisa gue buat sendiri.

Dengan sangat menyesal akhirnya gue harus mengakui kalau setidaknya sejauh ini, gue tidak belum bisa menghasilkan gambar-gambar indah sarat konten jurnalistik, makna, dan estetika yang ciamik. Ya, I'm not a photographer. And even there are times I carry a big badass camera with its huge gigantic beautiful lenses, I'm still not yet a photographer.


*sigh


Gue benar-benar ingin menjadi seorang pembuat gambar indah sarat makna, tapi apa daya? Sejauh ini gue hanya mampu memaknai sesuatu lewat kata. Itupun, belum tentu bermakna.

Monday 24 January 2011

Di Baranya Cemburu

Ketika terpaku pada sosokmu di antara mereka
Entah apa yang ada di benak mereka yang jalang
Tapi yang kutahu, engkau segalanya buatku

Biar malam dingin ini hangat dengan hati yang membara
Riuh abu bertebaran nanti pagi menjelang
Tapi yang aku mau, mata dan hatimu hanya untuk aku

Tapi siapa aku, di antara senyum mereka
Dengan kiblat yang sama denganmu, justru aku yang jalang
Aku tahu cemburu bukan lagi milikku

Biar aku mati, di baranya cemburu

Sunday 23 January 2011

Tentang Cinta Dihalang Kata

Kita di antara kata dalam sunyinya lengang dan jarak
Ketika kita menghirup udara atas nama cinta
dan menumbuhkan duri dalam daging mereka
Biar mereka mereka apa yang ada dalam hati kita
Karena mereka tak pernah kenal cinta kasih, kau tahu mereka merapal mantra,
melempar mesiu, menabuh genderang perang, dan tetap mereka benci pada cinta
Tapi meminta surga

Cinta kita dihalang kata, ditolak dunia
Karena cinta, aku menyepi, berdiam dalam tameng sendiri
Mata hati telinga dan tubuhku tak sama dengan mereka
Aku lihat bahagia; mereka lihat nista
Aku rasa cinta; mereka rasa dengki
Aku mendengar lagu mengalun pelan merapal puisi cinta
pelipur lara dalam malam Getsemani manusia; tapi mereka dengar aku
merapal mantra, memanggil setan, dan menyembah berhala
Tubuhku nista, tidak satu dimensi denganmu

Sekali lagi karena cinta (kita?) dihalang kata

Monday 17 January 2011

Narasi tentang Negasi

Halo, kembali lagi di edisi sangat naratif dalam blog ini; di mana blog ini akan berfungsi seperti bagaimana mestinya, sebagai saluran curahan hati sang empunya blog. Kali ini ada satu hal yang sangat ingin gue bahas: negasi. Bagi gue, negasi adalah mimpi buruk. Negasi adalah kebalikan dari segala harap yang dibangun, kebalikan dari semua yang sudah dipersiapkan, atau mimpi indah yang tidak kesampaian. Negasi.

Memang, manusia bisa selalu berencana dan Tuhan yang menentukan. Tapi entah kenapa, kecenderungannya adalah: ketentuan yang dibuat Tuhan biasanya adalah negasi dari yang kita inginkan. Sebagai contoh mudah, "Aduh, Tuhan, hari ini cerah dong. Aku mau pergi ketemu cem-ceman nih di Bekasi. Jauh, Tuhan." Tiba-tiba.. Jdarrr! Hujan deras. Artinya, tidak cerah. Lalu kesempatan lain lagi, "Tuhan, matkul ini neraka banget, deh! Udah belajar mati-matian kok masih gabisa ya? Biarin deh cuman lolos, yang penting lulus." Hasilnya? Tetap tidak lulus. *sigh*

Lalu apa, Tit, yang terjadi di kehidupanlo sampai lo tegel bernarasi soal negasi malam ini di bloglo? Well, let's just say that my oh-so-ftv-or-teenlit-kind-of-life is heading to some lame scenario of a negation of every hope I hope for.


Shitty, eh? Yasudahlah, ya. Kita memang harus selalu legowo soal hal beginian. Lagian, satu yang gue percaya, setiap Tuhan memutar jalan hidup kita.. Tuhan menyiapkan 'kejutan' menyenangkan. Kadang-kadang 'si kejutan' tidak mesti jadi milik kita; hanya teaser atau dengan kata lain, kita hanya diizinkan untuk "menikmati" tanpa harus "memilikinya" - apapun itu, gue masih percaya: ada keselamatan di balik rencana-Nya.

Friday 14 January 2011

This Morning's Story

So, yesterday I ended up by sleeping too tight after spended my whole day working training at my new office. No. I couldn't say office. It's a store; that I worked at. So, basically, that store is my office.Well, so far it was really fun! I kinda enjoying myself being there with Mira, Devi, The Seniors, and only three or four customers (p.s. three of them can't even talk in Bahasa) - that's quite low sale but honestly, it's fun. So?

Honestly, I'm not talented in marketing. That's just too.. I don't know, harsh?

Wednesday 12 January 2011

The Absurdity of Being Me

Is as simple but hurtful as an apology for being Summer.

Monday 3 January 2011

Welcoming 2011

Sudah awal tahun *tarik nafas panjang* sudah waktunya bangun dari 'auto-mode' selama setahun penuh. Tidak. Gue nggak sampai hati kalau harus bilang bahwa tahun 2010 gue lakukan dengan sia-sia. Tidak sama sekali, hanya saja, gue kurang awas tahun lalu.

Banyak yang harus dibenahi tahun ini. Kalau begitu, makin jelas kalau tahun ini akan menjadi tahun yang berat. Entahlah, yang jelas gue punya firasat bagus untuk tahun 2011 ini.

Barusan gue membuka Twitter via Tweetdeck. Banyak-nggak cuman satu atau dua-dari antara mereka yang gue follow menulis kegembiraan mereka di tahun baru dengan pasangan-pasangan mereka. Iri? Sedikit. Masalahnya, masalah gue agak ribet. Gue nggak kehilangan cinta-atau mungkin gue merasa tidak kehilangan cinta-tapi gue kehilangan kehadirannya. Itu aja.

Sendiri itu nggak jelek kok. Gue bisa bebas ngapain aja, ke mana aja, beli apa aja, asal gue bisa, ya tinggal dijalanin. Nggak perlu ijin ribet, nggak perlu ngambek2, pokoknya ya.. bebas. Tapi, ada rasa yang hilang. Nah, rasa itu yang nggak bisa sembarang ditambal sulam. Rasa nggak bisa dipaksa, Bung.

Itu masalahnya.

Ya sudahlah, mari kita menyambut 2011. Makin banyak berkarya, makin fokus, makin sukses, makin jadi anak Tuhan yang beneran, makin ngebanggain orangtua. Amin.