Sunday, 20 September 2009

Pore Fact

Judul postingan gue kali ini Pore Fact. Sebenernya gue mengarah ke satu kata: perfect. Gue tau dua kata ini jauh banget; apalagi kalau ngeliat dari transkripsi fonetiknya: pore fact dibaca [pɔ:r fækt] sedangkan perfect dibaca ['pɜ:rfɪkt].

Perfect. Bahasa Indonesianya, sempurna, tidak bercela. Semua juga tahu kalau manusia itu nggak ada yang sempurna. Tapi, bukan mustahil kalau manusia terus-menerus berusaha mendekati kesempurnaan, kan? Setidaknya dalam hal pencitraan. Kita mau agar citra kita di mata orang lain nyaris sempurna. Sempurna dalam arti konsep kesempurnaan kita; bagaimana citra yang kita mau. Kita bisa merasa sempurna dengan mencoba mengikuti bagaimana selera orang-orang kebayakan, atau membuat idealisme sendiri yang membuat kita berbeda.

Dulu gue nggak pernah peduli apa kata orang. Gue berpakaian, gue berpendapat 100% dari bagaimana gue mau. Gue nulis blog, bikin puisi, bikin lagu, ngegambar, bener2 keluar dari hati gue. Yang ngeliat karya gue suka? Benci? Marah? Gue nggak peduli. Lalu kenapa sekarang begini?

Gue menjaga mulut gue dan hati-hati dalam bersikap. Bagus, sih. Tapi ke mana idealisme gue? Akhirnya nggak ada karya yang keluar, kan? Mandek. Gue semata-mata jadi boneka sosialita. Padahal, gue nggak akan mempermalukan keluarga besar gue selama pendapat dan idealisme gue masih bisa dipertanggungjawabkan tanpa kehilangan esensi idealisnya kan?

Sebel.

Mau perfect... Halah, yang ada pore fact. Tau pore, kan? Pori-pori, tempat keluarnya keringat, bagian dari kulit kita yang sebenarnya penting, tapi kecil, dan nggak bisa menggambarkan keindahan dalam ranah umum. Pori-pori, apa indahnya coba? Fact. Fakta. Kalau kita gabung (sebenernya gue membuat istilah sendiri, sih) pore fact. Fakta-fakta yang ada; tapi hampir tidak disadari, dan yang jelas nggak ada bagus-bagusnya.

Akhirnya gue sadar, gue gaperlu berusaha tampil sempurna. Toh gue emang nggak sempurna. Cela gue gausah dicari. Banyak. Baru kenal juga pasti udah tau, cela gue apa aja. Gue hanya sempet kecewa sama diri gue sendiri karena mengekang kretifitasan gue. Gue peduli dengan pendapat orang.

Mulai sekarang, gue janji sama diri gue sendiri untuk mengekspresikan apa yang gue rasa. Daripada dipendem? Yang ada prostat emosi.

No comments: