Sunday, 27 September 2009

Zombieisasi

"Perkenalkan, saya Jombi, asli dari Jember." hahaha...

Pas lagi ngedit gambar yang di samping, kalimat barusan adalah satu-satunya kalimat yang kepikiran di otak gue. Jombi asal Jember. Bukan Zombie. She's simply a Jombi. LOL

Kayaknya sampai akhir minggu depan gue akan ter-zombiefied. Maaaan, kerjaan gue buanyak! Ini aja gue bisa sempet2nya ngedit gambar dan ngepost gara2 gue lagi nungguin download Video Converter buat mengalihkan file .mov ke .avi ish, lamanyooo.. Bakal banyak malam-malam tanpa tidur dan siang berjalan sambil setengah sadar nih. Aduh.

Jadi apa yang akan terjadi seminggu ini? Yang jelas akan ada Lifidentra dan sampai hari Rabu depan gue masih harus jungkir balik bikin filmnya. Terus, kaos2 jualan gue! Yeaa.. Gue jualan kaos, cuy! Designnya, bisa gue bikin sendiri, bisa orderan, bisa juga muka orang (but please, maksud gue public figure like Albert Camus atau Marilyn Monroe; not yourself! haha)

Banyak; bener2 banyak yang mau gue lakukan. Satu yang gue takutin: gue ambruk sebelum gue bener2 nyelesein semua target gue. Ahh.. Mudah2an dalam nama Yesus, Muhammad yang utusan Allah, dan dalam nama Allah sendiri, gue nggak akan sakit sebelum semua ini selesai. Amin.

Saturday, 26 September 2009

Rasanya Seperti Kesasar di Moskow

Hilang tanpa mau dicari
Dia pergi tanpa menoleh kembali..

Rentetan kejadian itu hanya serpihan,
belum pernah bersatu utuh jadi satu kenangan
Tapi sakitnyaaa menusuk dalam keheningan

Belum pernah ke Eropa,
tapi entah bagaimana
aku tau persis ini rasanya..

Seperti kesasar di Moskow.
Bingung, takut, kesel, ora isa kongkow :(

Please Be Good to Me

Life being so tough to me, can I ask life to be gentle with me? Please? I'm begging..

Lifidentra

Ayo ayo rame-rame buka blognya Lifidentra, terus dateng ke acara Closing Ceremony Lifidentra UI 2009.

Be there, or be square! :)

Friday, 25 September 2009

Welcome to My Life

...which better called a crap.

Gue udah belajar banyak hal di hidup gue. Mulai sesederhana gimana caranya ngebersihin kuping yang kemasukan aer (yaitu dengan netesinnya lagi pake aer, terus bengkokin kepala biar aernya bisa masuk baru setelah kerasa lega, kepalanya dibengkokin lagi biar aernya bisa keluar) sampai menerima.

Fuck!

Menerima itu kata kerja paling brengsek yang pernah ada. Mungkin di kamus hiduplo, menerima berarti lo nggak musti ngapa2in. Menerima ya.. tinggal duduk manis dan dapetin apa yang lo mau. Hah! Di hidup gue nggak begitu.

Yang namanya menerima di hidup gue adalah: mendapat sesuatu yang gue nggak mau tapi mau-nggak-mau harus gue terima atau gue jalanin in my fucking WHOLE life. Kita mulai dari.. Waktu gue TK. Emangnya gue dapet guru TK yang gue mau? Kalopun akhirnya gue suka diajar sama beliau; tapi itu bukan pilihan gue. Waktu SD. Emangnya gue mau masuk Vincent? Gimana kalo sebenernya gue pengennya masuk Sumbangsih atau Al-Azhar? Pas SMP juga. Kenapa gue cuman daftar Vincent? Pas SMA.. Kenapa harus swasta? Nilai gue cukup kok buat masuk 8, atau 81, atau 68, apalagi 26. Kenapa Sanur? Terus, pas kuliah. Emangnya gue mau masuk Sastra Prancis? Gue suka, kok di FIB. Gue suka nulis, gue suka sastra. Tapi apa impian gue sebenernya? Gue pengen jadi diplomat. Gue pengen nyandang gelar SH di belakang nama gue.

Gue tau gue kedengeran nggak bersyukur. Bagus dapet guru yang tegas, bagus masuknya swasta yang streng, bagus masuk Sanur, bagus masuk UI! Iya.. gue bersyukur dengan apa yang gue punya sekarang, kok. Tapi pertanyaannya: kenapa gue nggak pernah dapet apa yang gue mau dan gue harus menerima apa yang memang gue butuh?

Nahh! Lebih bijak kita memilih apa yang kita butuh rather than apa yang kita mau kan? Tapi, tai kucing! Di mana excitemennya? Di mana kepuasannya?

Gue harus selalu berlapang dada dan dengan bijak tersenyum sambil bergumam, "Ya udah, nggak apa-apa."

Itu yang gue lakukan. Gue bersumpah, kalo di dunia nyata gue nggak akan bisa menggugat kayak gini. Gue hanya akan diam, senyum, dan nunduk kalo terjadi sesuatu yang sebenernya gue nggak mau.

Gue sedih, cuy. Gue sedih dan gue nggak tau bisa cerita ke siapa. Not even dua perempuan cantik yang biasanya jadi tempat curhatan gue. Not even them can understand. Hahaha.. gue stress. Rasanya kepala mau meledak, tapi yang gue lakukan hanya diam, senyum, dan nunduk :(

Tuesday, 22 September 2009

Am I Ok?

This is something to think:




Monday, 21 September 2009

"Aku Nemo, Namaku Nemo"

Nemo: siripnya cacat, berasal dari lautan lepas, terpisah dari ayahnya, yang untuk sementara menjadi ikan yang sebatang kara. Ketika ia ada di akuarium milik dokter gigi, ia membuktikan kalau ia bukan anak ikan kacangan. Ia sendirian, tapi ia berani mengakui kalau dialah Nemo.

Dia bilang, "Aku Nemo, namaku Nemo."

Ya, aku mau menjadi seperti Nemo. Mengakui segala ke-Nemo-annya.

Sunday, 20 September 2009

Pore Fact

Judul postingan gue kali ini Pore Fact. Sebenernya gue mengarah ke satu kata: perfect. Gue tau dua kata ini jauh banget; apalagi kalau ngeliat dari transkripsi fonetiknya: pore fact dibaca [pɔ:r fækt] sedangkan perfect dibaca ['pɜ:rfɪkt].

Perfect. Bahasa Indonesianya, sempurna, tidak bercela. Semua juga tahu kalau manusia itu nggak ada yang sempurna. Tapi, bukan mustahil kalau manusia terus-menerus berusaha mendekati kesempurnaan, kan? Setidaknya dalam hal pencitraan. Kita mau agar citra kita di mata orang lain nyaris sempurna. Sempurna dalam arti konsep kesempurnaan kita; bagaimana citra yang kita mau. Kita bisa merasa sempurna dengan mencoba mengikuti bagaimana selera orang-orang kebayakan, atau membuat idealisme sendiri yang membuat kita berbeda.

Dulu gue nggak pernah peduli apa kata orang. Gue berpakaian, gue berpendapat 100% dari bagaimana gue mau. Gue nulis blog, bikin puisi, bikin lagu, ngegambar, bener2 keluar dari hati gue. Yang ngeliat karya gue suka? Benci? Marah? Gue nggak peduli. Lalu kenapa sekarang begini?

Gue menjaga mulut gue dan hati-hati dalam bersikap. Bagus, sih. Tapi ke mana idealisme gue? Akhirnya nggak ada karya yang keluar, kan? Mandek. Gue semata-mata jadi boneka sosialita. Padahal, gue nggak akan mempermalukan keluarga besar gue selama pendapat dan idealisme gue masih bisa dipertanggungjawabkan tanpa kehilangan esensi idealisnya kan?

Sebel.

Mau perfect... Halah, yang ada pore fact. Tau pore, kan? Pori-pori, tempat keluarnya keringat, bagian dari kulit kita yang sebenarnya penting, tapi kecil, dan nggak bisa menggambarkan keindahan dalam ranah umum. Pori-pori, apa indahnya coba? Fact. Fakta. Kalau kita gabung (sebenernya gue membuat istilah sendiri, sih) pore fact. Fakta-fakta yang ada; tapi hampir tidak disadari, dan yang jelas nggak ada bagus-bagusnya.

Akhirnya gue sadar, gue gaperlu berusaha tampil sempurna. Toh gue emang nggak sempurna. Cela gue gausah dicari. Banyak. Baru kenal juga pasti udah tau, cela gue apa aja. Gue hanya sempet kecewa sama diri gue sendiri karena mengekang kretifitasan gue. Gue peduli dengan pendapat orang.

Mulai sekarang, gue janji sama diri gue sendiri untuk mengekspresikan apa yang gue rasa. Daripada dipendem? Yang ada prostat emosi.