Di bawah lampu penerang jalan, seorang perempuan muda mengenakan kemeja dan rok lipit sedengkul memeluk erat tas hitamnya. Rambutnya yang panjang diikat ekor kuda sesekali berayun ketika ia menengok ke kanan dan kiri. Nampaknya ada seseorang yang ia tunggu.
Hei, Nona. Diam saja? Sedang menunggu, ya?
~
Nona, jangan hanya tersenyum. Saya bertanya, Nona sedang menunggu seseorang ya?
~
Nona tau pementasan Menunggu Godot? Kalau Ditunggu Dogot? Kalau tidak tahu, harusnya Nona tetap tau sedang menunggu siapa, kan?
~
Nona, diam begitu tampak galak. Saya lebih senang melihat Nona tersenyum seperti tadi. Biar bisu, tapi manis. Eh, memangnya Nona benar-benar bisu?
~
Ya tapi kenapa hanya menggeleng? Kalau tidak bisu kan harusnya bisa berucap.
~
Nona, malam ini dingin ya? Pasti yang Nona tunggu juga tidak sabar bertemu Nona. Dia bisa memeluk Nona dengan erat sampai tidak ada lagi hawa dingin tersisa di tubuh Nona.
~
Pasti orang itu tampan ya, Nona. Dia siapa? Pacar? Tunangan? Ah, tapi tidak mungkin suami. Nona terlalu muda untuk menikah.
~
Coba orang itu adalah saya ya, Nona. Saya hanya sejauh satu jengkal.
~
Nona, ayo bicaralah! Sepatah kata saja, atau dua, atau lebih akan lebih bagus. Kita ulang saja pembicaraan ini. Tapi kali ini jawab, ya?
~
Hei, Nona. Diam saja? Sedang menunggu, ya?
~
Ah, Nona. Saya bosan. Lagipula, saya tidak boleh keluar rumah malam-malam, apalagi keluar rumah malam-malam dan bicara dengan orang asing. Lebih baik saya pulang sekarang. Nanti orangtua saya marah. Nona di sini saja ya baik-baik.
~
Ah Nona, kenapa menangis? Saya bukan orang yang Nona tunggu, kan? Nanti juga ia datang. Sabarlah, sebelum saya datang, toh Nona baik-baik saja. Nanti pasti Nona akan baik-baik juga.
~
Nona mau ke mana? Jangan ikuti saya. Nona tinggal saja di bawah sinar lampu. Biar kelihatan. Saya mau pulang sekarang. Saya takut orangtua saya marah bila tau saya bersama Nona.
~
Nah begitu. Tinggal di sana, ya. Diam saja sampai nanti orang yang Nona tunggu menghampiri Nona dan bertanya, "Hei, Nona. Diam saja? Sedang menunggu, ya?"
Sekejap semua diam, hening, dengung bumi terdengar semakin kencang dan perempuan itu tetap menunggu untuk terus mendengar kalimat yang sama tanpa kepastian siapa yang ia tunggu. Jadi siapa yang seharusnya ditunggu?
No comments:
Post a Comment