Monday 18 May 2009

Gadis dengan Pita Kecil Tergantung di Dadanya

Seorang gadis berjalan di bawah sorot lampu temaran di sebuah jembatan Jakarta malam ini. Matanya kosong menatap jalan yang jauh membentang di depannya. Hingar-bingar mobil yang lalu lalang tampak tidak mengganggunya. Jalannya lurus dengan ritme yang sama. Lambat, berat, dan siap menjerumuskannya dalam maut.

Tapi ia menolak untuk melompat dan mati. Terlalu mudah. Cuman cecurut yang takut. Gadis itu tersenyum lalu mengelap matanya yang basah. Kata-kata seseorang. Seseorang yang satu-satunya ingin ia peluk malam ini. Seseorang yang bukan miliknya.

Aku bukan pengecut. Kata-katanya beku dalam ramainya malam. Malam ini dunia melihat gadis dengan pita kecil tergantung di dadanya. Malam ini dunia melihatnya tapi tidak mengenalnya. Mata-mata memandang ingin tahu dan senyum-senyum menyambut kedatangannya. Belum. Itu karena mereka belum kenal dengan gadis ini.

Merasa jadi sampah dan dibuang ketika yang berhak tengah hadir dan menempati tempatnya. Gadis dengan pita kecil tergantung di dadanya menangis di rangkulan seorang teman pagi ini. Matanya menatap tidak berdaya dan tangannya yang kecil dan lemas mencoba menggenggam sisi buku yang dibawanya.

Kepalanya ingin meledak. Kata-kata makian darinya sendiri menghujaninya dan melukai nalurinya. Ribuan pisau menghujam jantungnya dan merobek matanya ketika ia melihat mereka pagi ini. Berlari menjauh, terkulai lemah di pinggir jalan. Gadis ini benci sinar hangat mentari pagi ini. Pelukan mentari bukan yang ditunggunya seminggu ini. Tapi darinya. Orang yang bukan miliknya.

Perjalanan masih jauh dan rumah... Entah berapa lama lagi baru bisa sampai dan merebahkan badan yang sudah payah ini di sana. Berjalan tegap seperti seorang pemenang. Menantang jalan dan menerobos lalu lintas. Gadis dengan pita kecil tergantung di dadanya mencari celah di antara mobil dan motor yang berlalu pelan.

Air dingin tidak mampu meredam panas kepalanya. Matanya lelah menangis. Itu dia, kini tergeletak setengah mati di tempat tidur. Tangan kecilnya menggenggap dua handphone yang sempat berdering singkat. Pesan yang datar datang dari orang yang ia tunggu seharian ini. Orang yang bukan miliknya.

Aku berniat membunuhnya malam ini. Gadis dengan pita kecil tergantung di dadanya itu mencintai orang yang salah. Ia bisa merusak hidup orang lain. Ia gadis naif yang tidak berguna. Nalarnya tidak berjalan dan emosinya terlalu meluap-luap. Hidupnya tidak jelas dan statusnya diragukan. Tuhannya tidak berbicara malam ini. Gadis ini harus mati. Aku sendiri yang akan merobek hatinya, sebelum terobek sendiri oleh kenyataan.

Saat darah sudah menggenangi seprai kesayangannya, aku baru sadar, aku sangat mengenal gadis dengan pita kecil tergantung di dadanya ini. 

No comments: